Latar Belakang
Pada tahun ini, 2024, KWI merayakan momentum penuh rahmat 100 tahun. Dalam rentang 100 tahun ada tiga kali perubahan nama. Pertama bernama Waligereja, yang sidang pertama Waligereja dilaksanakan pada tanggal 15 -16 Mei 1924 di Jakarta. Pada sidang Waligereja tahun 1955 terjadi perubahan nama Waligereja menjadi Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI). Pada sidang para Uskup bulan November 1987, nama MAWI mengalami perubahan menjadi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) sampai saat ini.
Dalam sidang KWI tahun 2023, diputuskan pelaksanaan perayaan 100 tahun KWI, dengan tema: “Berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa”. Diharapkan masing-masing keuskupan menyelenggarakan Hari Studi (baik daring maupung luring) dengan jadwal yang diatur oleh panitia 100 tahun KWI masing-masing Keuskupan. Menindaklanjuti himbauan dari KWI, maka pada tanggal 11 Januari 2024, dilaksanakan rapat panitia awal perayaan 100 tahun KWI tingkat Keuskupan bersama Bapa Uskup KAMS. Dalam rapat tersebut disepakati 2 kegiatan utama yakni Hari Studi (HS) dan Perayaan Ekaristi, sebagaimana yang telah diarahkan oleh SC 100 tahun KWI. HS dan Perayaan Ekaristi akan dilaksanakan pada tingkat Kevikepan dan Keuskupan. Kedua kegiatan tersebut diatur dan dilaksnakan oleh panitia lokal tingkat Keuskupan dan tingkat Kevikepan, sebagaimana disampaikan dalam TOR ini.
Perayaan 100 tahun KWI adalah kegiatan yang bersifat sinodal dan menjadi momentum penting bagi Keuskupan Agung Makassar (KAMS) untuk berefleksi dan memantapkan langkah gerak bersama. Kondisi dan realitas Gereja lokal KAMS yang tersebar-sebar (tiga provinsi) dan kawanan kecil menjadi tantangan dalam pelayanan pastoral dan bersaksi total. Tetapi, situasi tersebut juga peluang dan kesempatan besar untuk pewartaan Injil. Gereja lokal KAMS, yang tersebar dan kawanan kecil, terus menerus menjadi umat Allah yang beriman dewasa, menjadi misioner dan terlibat aktif dalam hidup bermasyarakat serta membangun komunikasi yang baik dengan semua golongan dan bersaksi total sebagai pengikut Kristus (lih. Renstra KAMS). Refleksi dan pendalaman bersama pada pada HS dan Rekoleksi, dalam rangka 100 tahun KWI, meneguhkan gerak bersama KAMS untuk semakin mewujudkan Gereja yang tangguh dan tanggap pada kebutuhan zaman serta semakin meningkatkan dan mengkontekstualisasikan pastoral dewasa ini.
Pada tingkat Keuskupan, tema yang diangkat untuk HS adalah “Sinodalitas dalam spirit Pancasila: mewujudkan dialog, keragaman budaya, martabat hidup dan merawat alam ciptaan”. Tema ini sangat kontekstual bagi KAMS. Sinodalitas (gerak bersama) adalah hal yang penting dan relevan. Di samping itu, keberagaman menjadi bingkai dan dasar sinodalitas untuk hidup bersama. Sinodalitas dapat terjadi melalui perjumpaan, dialog, penghargaan pada kehidupan dan kesadaran akan pentingnya hidup bersama dan merawat tempat tinggal bersama.
Pendasaran 100 tahun KWI
Pada tahun 1913 pemerintah Belanda mengakui Vikaris Apostolik dan semua Prefek Apostolik, sebagai pimpinan umat Katolik di wilayah masing-masing. Momentum ini menjadi hal yang sangat penting dalam sejarah perjalanan Gereja Katolik di Indonesia. Kita tahu bersama bahwa pada saat itu Indonesia berada di bawah pemerintahan Belanda. Pada saat itu, pemerintahan Belanda saling terkait dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). VOC adalah perusahaan kongsi dagang Belanda. Sejak kedatangan VOC ke Indonesia, Gereja Katolik dilarang karena para penguasa VOC beragama Kristen Protestan, walaupun keKatolikan lebih dahulu masuk ke Indonesia, yakni than 1602, daripada VOC. Awal mula Gereja Katolik di Indonesia adalah pada abad ke-16, yakni seiring kedatangan bangsa Portugis dan Spanyol untuk kepentingan dagang di Maluku. Bersama dengan para pedagang Portugis dan Spanyol, masuklah para misionaris Katolik, termasuk St. Fransiskus Xaverius yang mengunjungi Ambon, Saparua dan Ternate (1546-1547).
Pada abad-abad selanjutnya (18-19) terjadi penganiayaan bagi para imam Katolik di wilayah kekuasaan VOC. Akhirnya Gereja Katolik hanya bertahan di wilayah Flores dan Timor. Setelah VOC bangkrut dan Belanda kehilangan kedaulatan di Indonesia, seorang Belanda Katolik bernama Louis Napoleon menjadi raja Belanda. Hal ini membawa angin segar bagi Gereja Katolik di Indonesia, sehingga pada tahun 1807 didirikan Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia. Prefek Apostolik saat itu adalah Pastor Jacobus Nelissen, Pr. Dalam perkembangan selanjutnya, Prefektur Apostolik dinaikkan statusnya menjadi Vikaris Apostolik, yang diakui oleh pemerintah Belanda.
Sidang pertama Waligereja Nusantara terjadi pada tanggal 15-16 Mei 1924 dilaksanakan di Pastoran Katedral Jakarta dan diketuai oleh Mgr. A. Van Velsen. Sidang ini diikuti oleh 6 Vikaris Apostolik dan 2 Pastor. Sidang kedua Waligereja Nusantara dilaksanakan pada tanggal 13 Juli – 9 September di Pastoran Katedral Jakarta. Sidang ini diketuai oleh BY. Gijlwijk OP, utusan Paus Pius XI, dan diikuti oleh 8 Vikaris Apostolik dan 5 Pastor. Sidang ketiga dilaksanakan pada tanggal 4-11 Juni 1929 di Muntilan, Jawa Tengah. Sidang diketuai oleh Mgr. P. Bos, Vikaris Apostolik Kalimantan dan dihadiri oleh 4 Vikaris Apostolik, 5 Prefek Apostolik, 3 pemimpin kongregasi dan 2 pastor. Sidang IV diadakan pada tanggal 19-27 September 1934 di Girisonta, Jawa Tengah. Sidang diketuai oleh Mgr. Y. Aerts, Vikaris Apostolik Irian Jaya – Maluku dan diikuti oleh 5 Vikaris Apostolik dan seorang pejabat Prefek Apostolik, 7 pemimpin tarekat dan 2 orang pastor. Sidang kelima diadakan pada tanggal 16-22 Agustus 1939 di Girisonta, Jawa Tengah. Sidang diketuai oleh Mgr. P. Willekens, Vikaris Apostolik Jakarta dan diikuti oleh 14 orang Waligereja, 14 pemimpin tarekat dan 3 pastor. Pembukaan sidang dihadiri oleh Mgr. Y. Panico, delegatus Apostolik untuk Australia.
Setelah kemerdekaan Indonesia, dilaksanakan sidang pada tanggal 25 Oktober – 2 November 1955. Sidang ini diketuai oleh Mgr. Schiomaker dan diikuti oleh 25 orang. Salah satu keputusan dalam sidang ini adalah Waligereja berubah nama menjadi Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI). Pada tanggal 9-16 Mei 1960 diadakan sidang MAWI di Girisonta, Jawa Tengah yang dihadiri oleh 26 Waligereja, perwakilan Apostolik, konsultor Propaganda Fidei, utusan Internunsius, 3 orang kepada bagian MAWI dan satu konsultor. Pada tanggal 31 Januari 1961, melalui “Quod Christus adorandus”, Paus Yohanes XXIII pada tanggal 3 Januari 1961 menetapkan berdirinya hirarki Gereja di Indonesia dengan propinsi gerejawinya. Pada sidang para Uskup bulan November 1987, nama MAWI mengalami perubahan menjadi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Kepemimpinan KWI dilaksanakan oleh Presidium KWI dengan status yang disahkan oleh Vatikan pada tanggal 24 April 1992.
Apa itu KWI
KWI merupakan Konferensi para Uskup. Konferensi para Uskup ini adalah suatu sebuah lembaga tetap. Lembaga ini adalah himpunan para Uskup suatu negara atau wilayah tertentu, yang melaksanakan pelbagai tugas pastoral bersama-sama untuk kaum beriman kristiani dari wilayah itu, untuk meningkatkan kesejahteraan yang diberikan Gereja kepada manusia, terutama lewat bentuk-bentuk dan cara-cara kerasulan yang disesuaikan dengan keadaan waktu dan tempat, menurut norma hukum (lih. KHK, Kan. 447). Anggota KWI adalah semua uskup yang masih aktif. Para uskup Emiritus, Uskup Koajutor, Uskup Auxilier atau Uskup Titulier dapat terlibat di dalamnya dan mempunyai suara konsultatif (lih. KHK Kan.450). Peran KWI adalah membangun kualitas kolegialitas para Uskup, saling berbagi buah pancaran kebijaksanaan serta pengalaman, menumbuhkan perpaduan tenaga demi kesejahteraan umum gereja-gereja (CD 37: LG. 23). Bentuk kolegialitas para Uskup tertuang dalam Dekrti, Surat Gembala, Nota Pastoral, Keputusan Pastoral maupun seruan-seruan pastoran yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi zaman. Setiap Uskup dengan cara dan konteks keuskupan masing-masing mewujudkan kolegialitas itu dalam penggembalaan di keuskupannya.
Tujuan Perayaan 100 thaun KWI KAMS
Tujuan pelaksanaan perayaan 100 tahun KWI adalah sebagai berikut:
Kegiatan
Perayaan 100 tahun KWI yang diperingati dan dirayakan seluruh keuskupan di Indonesia, dilaksanakan dalam dua kegiatan utama yakni Hari Studi (HS) dan Perayaan Ekaristi. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, dibentuk panitia 100 tahun KWI tingkat KAMS. Selanjutnya panitia tingkat Keuskupan, dalam kerjasama dengan para Vikep dan TKPK, memfasilitasi membentuk panitia 100 tahun KWI pada tingkat Kevikepan. Dengan demikian perayaan 100 tahun KWI juga akan dilaksanakan di setiap Kevikepan (Makassar, Luwu, Toraja, Suawesi Tenggara dan Sulawesi Barat). Dalam panitia tersebut, baik tingkat Keuskupan maupun Kevikepan, terdapat tim HS dan tim Liturgi, yang didukung oleh tim Komsos, tim Konsumsi dan tim Sarpras. Panitia yang terbentuk selalu bekerjasama dengan TKPK dalam merencanakan dan melaksanakan perayaan 100 tahun KWI.
1. Hari Studi (HS)
HS merupakan salah satu agenda pokok 100 tahun KWI yang hendaknya dilakukan di semua Keuskupan. Ada sebelas tema yang ditawarkan oleh Panitia Pusat, yang dibagi dalam setiap bulan sejak Januari sampai dengan November 2024.
a. HS tingkat Keuskupan
HS tingkat Keuskupan dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan para Imam KAMS menjelang Misa Krisma dan pembaruan janji Imamat (11-14 Maret 2024). Kegiatan HS dilaksanakan di Baruga Kare (11-13 Maret 2024) dan Aula KAMS (14 Maret 2024). Pada HS, fasilitarot (RP. Johanes Haryatmoko, SJ) mengantar peserta HS untuk mendalami tema. Para peserta HS adalah para Bapa Uskup (Uskup emeritus dan Uskup Agung Koajutor KAMS, para Pastro se-KAMS, para suster dan frater yang berkarya di KAMS, perwakilan kelompok kategorial se-KAMS dan para Depas Inti Paroki se-Kevikepan Makassar dan tokoh-tokoh Gereja Katolik. HS ini ditayangkan secara live streaming. Jumlah pesert HS tersebut adalah 260 orang. HS ini juga menjadi bagian kegiatan Kevikepan Makassar. Bahan HS kemudian direfleksikan dan diendapkan oleh para Pastor se-KAMS pada tanggal 13 Maret 2024. Rangkaian kegiatan berjalan/gerak bersama tersebut dipuncaki dengan pembaruan janji imamat para Pastor se-KAMS, pada tanggal 14 Maret 2024. Para imam, dalam kesatuan dengan Bapa Uskup menegaskan dan menyegarkan kembali komitmen untuk menjadi gembala yang berpolakan Sang Gembala Yang Baik, Yesus Kristus dalam gerak bersama.
b. HS tingkat Kevikepan
1. HS Guru Katolik
Kevikepan Toraja sangat antusias melaksanakan HS. HS Kevikepan Toraja dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2024 di lapangan SD dan SPM Katolik Rantepao. Tema yang diangkat pada HS Kevikepan Toraja adalah: Menumbuhkan dan Mengembangkan Penguatan Spiritualitas Para Guru katolik Se-kevikepan Toraja. Kegiatan ini dihadiri oleh guru-guru katolik se-Kevikepan Toraja. Jumlah guru yang hadir kurang lebih 600 orang. HS ini dibuka dengan perayaan Ekaristia yang dipimpin oleh Vikep Toraja. Beberapa imam ikut berkonselebrasi dalam perayaan Ekaristi tersebut. Setelah Perayaan Ekarsiti, HS dibuka secara resmivdibuka oleh Bupati Toraja utara, Bapak Yohanis Bassang, S.E, M.Si bersama dengan Vikep Toraja, Bimas katolik Provinsi Sulawesi Selatan, Penyelenggaran Bimas Katolik Tana Toraja, kepala seksi Toraja Utara. Narasumber dari kegiatan HS oleh ketua komisi pendidikan Keuskupan Agung Makassar yang sekaligus ketua Yayasan paulus Makassar, P. Dr. Carolus Patampang, Pr. Dalam pemaparannya, Pastor Carol membawakan materi berjudul “Guru Sebagai Formator.”
Pastor Carol memberi penegasan dan membangun kesadaran kepada para pesereta HS bahwa menjadi guru bukanlah sekedar pekerjaan. Guru memiliki tanggungjawab dan panggilan untuk menemani peserta didik dan orang-orang muda yang mencoba untuk membentuk jalan hidupnya dan menjawab panggilan Allah. Antusias para guru pada HS ini merupakan gambaran kerinduan para guru Katolik berjumpa, berkumpul dan berdinamika bersama untuk saling meneguhkan dan menguatkan dalam profesi yang sama berlandaskan ajaran dan nilai-nilai kristiani.
Di akhir kegiatan peserta dibagi dalam dua kelompok berdasarkan kabupaten masing-masing untuk semakin membangun kebersamaan dan membuat tindak lanjut. Setelah HS ini, terbentuk pengurus guru Katolik di masing-masing kabupaten. Pengurus inilah yang akan membuat rencana tindaklanjut dan program untuk semakin memantapkan gerak dan berjalan bersama membangun Gereja dan bangsa.
2. HS Para Pengantar
Setelah HS guru Katolik, HS dilanjutkan untuk para Pengantar se-Kevikepan Toraja. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 16 – 17 Juni 2024 di Paroki St. Antonius Padua Rembon. Para Pengantar yang mengikuti kegiatan tersebut berjumlah 613 orang. Sungguh antusias yang luar biasa.
entu ini bisa terjadi karena ada sinergi, gerak dan berjalan bersama antara para imam dan pelayan Gereja di setiap paroki dan stasi di Kevikepan Toraja.
3. Ziarah dan Rekoleksi Putra_putri Altar (PPA) dan Animasi Sekami
Kegiatan ini dilaksanakan untuk semakin memupuk kebersamaan antara PPA se-Kevikepan Torana dan juga untuk menanamkan dan memupuk nilai-nilai Iman Katolik sejak dini pada diri anak-anak PPA dan Sekami.
c. Perayaan Ekaristi Tingkat Keuskupan dan Kevikepan
Puncak perayaan 100 tahun KWI adalah perayaan Ekaristi yang dilaksanakan sserempak di seluruh wilayah KAMS pada tanggal19 Mei 2024, pada Hari Raya Pentakosta.
i. Perayaan Ekaristi Puncak Tingkat Keuskupan
Perayaan Ekaristi puncak 100 tahun KWI tingkat KAMS (sekaligus juga Kevikepan Makassar) dilaksanakan pada 19 Mei 2024, pada hari raya Pentakosta, di paroki St. Yosep Pekerja Gotong-Gotong, Pkl. 09.30. Perayaan tersebut dipimpin oleh Mgr. John Liku Ada’ (Uskup Agung KAMS), dan ikut konselebrasi pada saat itu 11 pastor. Perayaan tersebut juga dirangkaikan dengan penerimaan sakramen krisma bagi 98 orang. Perayaan Ekaristi juga diikuti oleh para biarawan-biarawati dan perwakilan kelompok kategorial yang ada di KAMS.
Dalam perayaan tersebut sangat nampak nuansa kebudayaan Indonesia. Umat yang hadir menggunakan pakaian daerah atau pakaian adat. Di samping itu, sebagian petugas liturgi juga menggunakan pakaian daerah. Perayaan semakin dimeriahkan oleh para penari, dengan pakaian adat, dan lagu-lagu khas Indonesia yang dinyanyikan kelompok koor gabungan Paroki St. Yoseph Gotong Gotong dan Magnificat.
Untuk mengantar permenungan perayaan 100 tahun KWI, dengan tema “berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa”, Bapa Uskup mengangkat sebuah peristiwa sinode para uskup Asia. Pada saat itu Paus John Pau II menunjuk para Uskup Asia dengan mengatakan “don’t forget, Jesus is Asian” (Jangan lupa Yesus itu orang Asia). Lalu para Uskup Asia membuat anekdot demikian: “ya, benar Yesus orang Asia, orang tuanya orang Asia dan mereka mendidik Yesus dengan budaya Asia. Tetapi setelah Yesus besar, Ia merantau ke Barat dan berkembang belasan abad di sana. Ia baru pulang kampung setelah dewasa di perantauan, tetapi orang sekampungnya tidak mengenalnya lagi”. Lebih lanjut Bapa Uskup menambahkan bahwa, Yesus bahkan tidak disenangi oleh sebagian orang Asia. Di Indonesia tidak jarang kekristenan dianggap sebagai agama asing. Yesus tidak dikenal di tanah kelahirannya sendiri, Asia. Artinya kekristenan yang lahir di Asia tercabut dari akarnya dan tertanam dalam budaya Barat, sehingga ketika kekristenan masuk ke Asia, khususnya Indonesia, menjadi hal yang asing dan tidak jarang ditolak. Oleh karena itu, salah satu tema yang kuat dibahas pada sinode para Uskup Asia adalah gerakan Inkulturasi. Gerakan inkulturasi adalah cara beriman dimana orang menghayati imannya dalam budayanya sendiri. Bapa Uskup sangat menekankan inkulturasi dalam pengugnkapan dan penghayatan iman. Gereja katolik Indonesia berupaya supaya tidak lagi dipandang sebagai agama asing. Karena itu iman diungkapkan dan dihayati dalam budaya-budaya yang ada di Indonesia. Berkat tekad dan semangat inkulturasi, lahirlah berbagai lagu-lagu khas Indonesia. Bahkan lagu-lagu inkulutratif dalam ibadat, sebagai milik sendiri, sudah menjadi milik semua umat Katolik Indonesia, sekaligus menjadi kekayaan Gereja katolik Indonesia dan umat katolik universal. Dengan demikian Gereja Katolik Indonesia telah memberikan kekayaan pada bidang liturgi, melalui gerakan inkulturasi. Sambil Gereja Katolik Indonesia memberikan contoh bagaimana mengembangkan budaya bangsa Indonesia.
Di samping itu, Bapa Uskup juga menekankan tentang sinodalitas, yakni waligereja berjalan bersama dengan umat untuk membangun Gereja dan bangsa. Semangat itu sudah dilakukan oleh gereja pada perayaan emas Indonesia, dan gereja juga tampil merayakan pesta emas itu dengan Sidang Agung KWI Umat. Lebih lanjut Bapa Uskup menekankan tekat Gereja Kaotlik menjadi Gereja yang memasyarakat di atas semboyan 100% Katolik dan 100% Indonesia. Maka perayaan 100 tahun KWI menjadi kesempatan untuk menyadari diri sebagai orang Katolik dan orang Indonesia, sekaligus bangga serta bersyukur karena telah menerobos banyak hal untuk kebaikan banga. Maka tema 100 tahun KWI ini sugguh mendalam. Umat Katolik terus melangkah maju membangun gereja dan bangsa. 100% katolik dan 100% Indonesia; menjadi katolik sebagai orang Indonesia; Aku Katolik, Aku Indonesia, Aku Pancasila. Demikian yang ditegaskan oleh Bapa Uskup untuk merenungkan tema yang sangat relevan bagi Gereja dan Bangsa.
ii. Kevikepan Toraja
Peringatan 100 KWI sangat terasa di Kevikepan Toraja. Bagaimana tidak, ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk memaknai 100 tahun KWI, salah satunya adalah perayaan puncak 100 Tahun KWI yang dirayakan di Paroki Santa Theresia Rantepao. Perayaan ini dipimpin oleh Mgr. Petrus Boddeng Timang, Uskup emeritus Keuskupan Banjarmasin. Perayaan ini juga dirangkaikan dengan penerimaan Sakramen Krisma kepada 215 krismawan/wati. Selain itu, hadir juga beberapa pastor, perwakilan Dewan Pastoral dari setiap paroki di Kevikepan Toraja, dan tokoh-tokoh masyarakat.
Dalam homili, Pastor Paulus Tongli sebagai pastor paroki St. Theresia Rantepao mengingatkan segenap umat beriman untuk bersyukur atas kehadiran Roh Kudus dalam perjalanan kehidupan Gereja. Di samping itu beliau juga mengajak umat beriman untuk memiliki iman yang teguh dalam harapan dan kasih. Kepada krismawan/wati, pastor mendorong generasi muda untuk berani menjadi saksi dalam kehidupan Gereja dan masyarakat melalui bidang pendidikan, agar segala tantangan zaman sekarang dapat dihadapi dengan nilai-nilai Injili.
Sebelum berkat penutup dalam perayaan Ekaristi, beberapa orang menyampaikan sambutan antara lain: Mgr. Petrus Boddeng Timang, Pastor Paulus Tongli dan Bapak Yohanis Bassang (Bupati Toraja Utara). Seusai sambutan, dalam suasana kebersamaan, segenap umat beriman mengadakan makan siang bersama.
iii. Perayaan Ekaristi Puncak di Kevikepan Sulawesi Barat (Sulbar)
Untuk Tingkat Kevikepan Sulawesi Barat, perayaan 100 Tahun KWI berpusat di Paroki Santo Mikael Tobadak. Perayaan dimulai dengan Misa Kudus yang dipimpin oleh Pastor Vikep Kevikepan Sulawesi Barat, Pastor Oc. Samson Bureny. Dalam homilinya, Pastor Vikep mengingatkan umat yang hadir untuk senantiasa mendekatkan diri pada tuntunan Roh Kudus dan menjauhi keinginan daging. Keinginan daging yang dimaksud adalah percabulan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah dan kedengkian, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya. Lebih lanjut lagi, Pastor Vikep menyampaikan maksud baik dari tema 100 Tahun KWI yakni “Berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa”. Kehidupan menggereja dan kehidupan bernegara bukanlah dua hal yang bertentangan melainkan dua hal yang harus berjalan beriringan. Mengutip semboyan Mgr. Soegijapranata, “100% Katolik, 100% Indonesia”, kita diajak untuk mampu berjalan bersama menampilkan wajah Kristus untuk membangun Gereja dan Bangsa.
Setelah Misa Kudus, acara dilanjutkan dengan ramah tamah yang bertempat di halaman gereja. Acara ramah tamah ini dihadiri juga oleh Pengurus FKUB Kab. Mamuju Tengah, Pemerintah Desa Polongaan, dan Tokoh Agama Islam, Kristen, dan Hindu. Acara ramah tamah dimulai dengan penampilan gerak dan lagu “Teman Mari Kita Terbuka” dari Sekami St. Petrus. Penampilan tersebut merupakan suatu hasil dari refleksi tentang indahnya keberagaman jika dimaknai secara benar dan mampu untuk bersikap terbuka dengan sesama yang berbeda pendapat dan keyakinan.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan sekaligus laporan dari Ketua Panitia. Dalam sambutannya, Altrasius Batuguna selaku ketua panitia membawa umat pada refleksi dari pepata yang berbunyi, “The older the fiddler, the sweeter the tune (makin tua violinis, makin manis nadanya). Kita bisa belajar bahwa setiap pertambahan usia hendaknya membawa kita pada kematangan dan kedewasaan, sehingga kehadiran kita dirasakan oleh dunia di sekitar kita.
Ketua FKUB Kab. Mamuju Tengah, Ustadz Muh. Kasmin Nastrah, juga memberi sambutan dalam acara tersebut. Dalam sambutannya, beliau berpesan agar kita senantiasa menjaga kerukunan dan persatuan. FKUB Kab. Mamuju Tengah juga berkomitmen untuk senantiasa hadir merawat kerukunan di Bumi Lalla Tassisara.
Setelah itu, Pastor Vikep Kevikepan Sulawesi Barat, RD. Oc. Samson Bureny memberikan sambutan. Pastor Vikep kembali menegaskan tentang pentingnya menjadi umat Katolik yang sungguh-sungguh Katolik sekaligus sungguh-sungguh Indonesia. Umat tidak boleh hanya berpijak pada satu sisi, tetapi juga harus berpijak pada kedua sisi itu. Pastor Vikep berpesan kepada Kepala Desa Polongaan – yang merepresentasikan kehadiran pemerintah – agar umat katolik yang ada di Paroki Santo Mikael Tobadak ini diperlakukan sama dengan semua masyarakat di wilayah Polongaan karena mereka semua juga merupakan warga masyarakat Desa Polongaan.
Acara seremonial perayaan Ulang Tahun ke-100 KWI, adalah pemotongan tumpeng yang dilakukan oleh Pastor Vikep Sulbar, Pastor Paroki St. Mikael Tobadak, Kepala Desa Polongaan. Kepala Desa Polongaan juga memberikan sedikit pesan-pesan kepada seluruh umat yang hadir serta komitmen beliau untuk senantiasa hadir dalam setiap dinamika hidup umat beragama di Desa Polongaan. Hal ini tergambar dalam anggaran-anggaran yang dikelola Desa itu juga ada yang disalurkan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan.
iv. Perayaan Ekaristi Puncak di Kevikepan Sulawesi Tenggara (Sultra)
Perayaan 100 tahun KWI di Kevikepan Sultra dirayakan dengan beberapa kegiatan, yakni yaitu rekoleksi Orang Muda Katolik (OMK), pawai lilin disertai renungan Tujuh Duka Bunda Maria, api unggun dan renungan OMK, jalan salib dan perayaan Ekaristi puncak. Pastor Vikjan KAMS, Pastor Joni Payuk CICM bersama Pastor Vikep, Pastor Piet Majina La Oji, para Pastor, Frater dan umat di Kevikepan Sultra merayakannya dengan penuh semangat. Kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari (18-19 Mei 2024) di Nanga-nanga.
Kegiatan hari pertama, yang juga dihadiri Vikjen KAMS, diawali dengan rekoleksi OMK. Kegiatan ini dimulai pagi hingga sore hari. Tema rekoleksi adalah “Teladan Jalan Cinta Bunda Maria bagi OMK.” Rekoleksi tersebut didampingi oleh adalah Fr. Richard (Frater Toper Paroki Sadohoa) dan Tim Kerasulan Keluarga Kuasi Paroki Anduonohu. Setelah rekoleksi, kegiatan selanjutnya adalah pawai lilin sambil merenungkan Tujuh Duka Bunda Maria. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada pkl. 18.30. Devosi ini dipimpin oleh Vikep Sultra. Prosesi pawai lilin dimulai dari lapangan voli Kecamatan Kambu dan berakhir di kompleks rumah kevikepan di Kecamatan Baruga. Jarak yang ditempuh kurang lebih 3 km. Para imam dan umat Kevikepan Sultra berjalan bersama merenungkan duka Bunda Maria, Bunda Gereja.
Setelah prosesi pawai lilin dan renungan Tujuh Duka Bunda Maria selesai, para imam dan seluruh umat yang hadir melaksanakan Ibadat Salve. Doa ini dipimpin oleh Vikep Sultra. Setelah pawai lilin dan salve, Vikjen KAMS menyapa para peziarah. Beliau sangat terkesan dengan kegiatan pawai lilin dan renungan Tujuh Duka Bunda Maria, sebab sarana yang digunakan sebagai penerang bukan hanya lilin tetapi juga obor. Sarana itu mengingatkannya akan pengalaman masa kecil ketika berjalan di kegelapan dengan memakai obor sebagai penerang. Pawai lilin, yang juga diikuti banyak anak-anak, akan menjadi memori ziarah yang berkesan. Vikjen berharap melalui kegiatan dua hari ini, seluruh umat bisa mengalami sukacita dan semangat yang berkobar untuk berjalan bersama membangun gereja dan bangsa.
Pada pukul 21.30, OMK mengadakan kegiatan api unggun dan renungan malam yang dipimpin oleh Pastor Cornel Batlyol. Tema renungan adalah “Melepaskan Permusuhan dan Membangun Persaudaraan Demi Perkembangan Gereja dan Bangsa.” Agenda ini mengakhiri kegiatan hari pertama.
Kegiatan hari kedua diawali dengan jalan salib pkl. 06.30. Umat yang hadir dibagi dalam beberapa kelompok. Rute jalan salib telah disiapkan, walau belum permanen. Perhentian terakhir jalan salib terletak di kompleks rumah kevikepan. Melalui devosi ini, para imam dan umat berjalan bersama merenungkan penderitaan Yesus. Setelah jalan salib, para imam dan seluruh umat yang hadir merayakan Ekaristi syukur atas 100 tahun KWI. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Vikep Sultra dan diampingi oleh pastor Daud La Bolo. Perayaan ini diiringi dengan musik dan lagu-lagu liturgis bernuansa timur tengah hasil kreasi Pastor Cornel Batlyol. Kevikepan Sultra, sebagai salah satu bagian dari Keuskupan Agung Makassar dan Gereja Katolik di Indonesia, berkomitmen untuk senantiasa berjalan bersama membangun gereja dan bangsa.
v. Perayaan Ekaristi Puncak di Kevikepan Luwu
Perayaan Ekaristi punca 100 tahun KWI Kevikepan Luwu dirayakan di Paroki St. Mikael Palopo. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Vikep Luwu, P. Martinus Pasomba, Pr sebagai selebran utama didampingi para pastor yang berkarya di kevikepan Luwu. Perayan ini juga dihadiri oleh para frater dan suster serta umat paroki St. Mikael Palopo.
Dalam homilinya, P. Martinus Pasomba menekankan pentingnya kerja sama yang diungkapkan dengan cerita inspiratif kerja sama antara seorang buta dan orang pincang yang berusaha menyeberang jalan. Selanjutnya, Pastor Vikep menegaskan bahwa untuk menjalin kerja sama dan persatuan kita bisa belajar dari budaya leluhur di Tana Luwu yakni semangat 3S. Semangat 3S yang dimaksudkan adalah Sipakatau, Sipakainga’, dan Sipakale’bi’. Sipakatau artinya penghormatan terhadap martabat manusia, diharapkan bahwa kita bersemangat untuk saling menghormati sebagai sesama manusia. Sipakainga’artinya saling mengingatkan, diharapkan bahwa sebagai sesama manusia kita saling mengingatkan untuk memperbaiki kesalahan dan mengusahakan kebaikan. Sedangkan Sipakale’bi’ adalah semangat untuk saling memuliakan sebagai sesama manusia serta dan berusaha melihat nilai-nilai kebaikan dalam diri sesama. Semangat dasar 3S ini kiranya terus menerus dihayati oleh umat di Kevikepan Luwu baik dalam kehidupan menggereja maupun dalam relasi dengan umat yang beragama lain di tengah masyarakat.
Selain Perayaan Ekaristi, ada juga kegiatan lain yang dilaksanakan dalam rangkaian Perayaan 100 tahun KWI. Kegiatan yang dilaksanakan adalah Seminar tentang kepemimpinan dalam Gereja yang dihadiri oleh para pengurus Depas, pengurus rukun dan umat. Selain itu, umat kevikepan Luwu dibantu tim Caritas Kevikepan terlibat dalam menyalurkan bantuan bagi para korban banjir dan longsor di Kabupaten Luwu. Kegiatan ini sebagai ungkapan belarasa dan kemanusiaan sekaligus tanda kehadiran Gereja di tanah luwu.
Perayaan syukur, ditutup dengan acara ramah tama bersama para pastor, frater, suster, para pengurus depas dan beberapa perwakilan umat. Diharapkan bahwa lewat perayaan bersama ini, semua pihak memiliki semangat yang semakin berkobar-kobar untuk bersaksi, melayan gereja dan bangsa sesuai dengan tema perayaan ini bergerak bersama membangun Gereja dan bangsa.
Penutup
Perayaan 100 tahun KWI menjadi momentum gerak bersama Gereja universal, Gereja Katolik di Indonesia, juga khsusus gereja KAMS sebagaimana selalu didengungkan: KAMS melayani, bergerak bersama. KAMS bergerak bersama dalam menginplementasikan Renstra KAMS. Semagat yang telah dihidupi Gereja selama ini dan berbagai hasil yang ada, hendaknya terus dikembangkan. Semangat berjalan bersama semakin dimantapkan agar agar umat semakin mengenal dan menghayati imannya. Jalan masih panjang, tetapi harapan semakin kuat dan tidak boleh kendor dalam mewujudkan visi misi KAMS.