Sabtu, (16/3) diadakan pembekalan pengurus Depas, Dewan Keuangan, dan Pengurus Gereja Papa Miskin (PGPM) Paroki St. Maria Mamuju. Kegiatan dibuka dengan Misa di Kapel yang dipimpin oleh P. Wilhelmus Tulak, Pr (Pastor Paroki St. Maria Mamuju). Dalam renungannya, beliau menyebut Gereja Katolik di Sorowako dan di Pinrang yang pada awal mula berdiri berada dalam situasi yang sulit dan kumuh. Namun, dalam perjalanan waktu posisi Gereja yang sulit dan kumuh itu menjadi bagus dan strategis bahkan kini menjadi pusat “perhatian” masyarakat. Lebih lanjut P. Welem menekankan kepada pengurus untuk tetap mengedepankan perhatian dan pelayanan kepada umat. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan ini sebagai kepercayaan untuk mengurus umat dengan memberikan waktu, tenaga, dan bahkan pengorbanan. Semua ini dibuat sebagai satu kesatuan umat Katolik.
Segera setelah Misa, kegiatan dilanjutkan di basement gereja yang dipandu oleh Bapak Yakobus, Ketua Bidang I. Selanjutnya, P. Wilhelmus memberi gambaran umum Paroki St. Maria Mamuju yang diawali dengan menyanyikan lagu, “Gereja Bagai Bahtera”.
Paroki St. Maria Mamuju yang berdiri megah di tengah kota Mamuju memiliki 16 stasi dan 1 cabang kebaktian. Umat yang ada di paroki ini berasal dari berbagai latar belakang etnis yang berbeda-beda. Etnis-etnis tersebut yakni: Toraja, Mamasa, Jawa, Batak, Tionghoa, Maumere, Bugis,Timor, Dayak, dll. Mereka ini tersebar di stasi-stasi dan juga rukun yang di ada di wilayah kota.
Saat ini gedung stasi-stasi yang ada di paroki ini sudah ada yang permanen, semi permanen, dan ada yang masih darurat. Inilah salah satu pekerjaan rumah yang ada di paroki ini yang perlu dikerjakan ke depan. Dari segi pekerjaan, umat di paroki Mamuju juga beraneka ragam, ada yang bekerja sebagai ASN, polisi, tentara, wiraswasta, politisi, petani tradisional, petani modern dan peramu. Secara organisatoris gereja ini dikelola oleh Depas, PGPM, dan Dewan Keuangan. P. Welem dalam penjelasannya juga menyampaikan bahwa kegiatan pastoral di paroki ini berjalan dengan baik karena SDM yang ada bekerja dengan baik pula.
P. Welem menutup sekilas pandang paroki ini dengan menyampaikan lima tugas Gereja yang harus terus dikembangkan, untuk menjawab tema yang diangkat saat pelantikan Depas, “Bergerak Bersama Menuju Paroki yang Mandiri dan Memasyarakat”.
Mandiri artinya mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa bantuan dari keuskupan. Namun Paroki Mamuju saat ini belum memungkinkan untuk mencapai kemandirian itu karena luasnya wilayah pelayanan yang membutuhkan banyak perhatian. Paroki Mamuju akan menjadi Gereja yang memasyarakat bila melaksanakan dengan baik lima kegiatan hidup menggereja yakni: koinonia (persekutuan) yang diungkapkan dalam doa di gereja atau dalam Misa dan kegiatan kebersamaan lainnya; diakonia (pelayanan karitatif/sosial); kerygma (pewartaan/khotbah); liturgia (perayaan ibadat/liturgi), dan martyria (kesaksian hidup) yakni dengan mempertahankan keyakinan di tengah masyarakat melalui sikap jujur dan iman yang teguh.
Sebelum P. Stanislaus Dammen memberikan materinya, Bapak Petrus Tandilodang selaku Pembimas Katolik Provinsi Sulawesi Barat, menyampaikan materi mengenai aset yang dimiliki oleh Paroki St. Maria Mamuju. Beliau menyampaikan bahwa aset yang dimiliki oleh paroki saat ini harus dikelola dengan lebih baik. Tanah-tanah Gereja yang belum bersertifikat harus diusahkan secepat mungkin. Juga pembangunan stasi yang sudah terdaftar di Kementererian Agama harus difokuskan ke depan. Semua ini bisa dilakukan bila ada kerja sama dan kolaborasi baik pengurus maupun umat pada umumnya dan tentu Bimas Katolik sebagai mitra kerja.
P. Stanis sebagai key-speaker membuka materinya dengan mejelaskan paham dan tanggung jawab Dewan Pastoral yang didasarkan pada KHK 225 dan 238, Statuta KAMS, dan Pedoman Depas KAMS. Secara khusus dijelaskan KHK 536 yang berbicara mengenai Dewan Pastoral dan KHK 537 mengenai dewan keuangan yang harus ada.
Tema kedua yang dibawakan oleh P. Stanis adalah penyegaran pemahaman mengenai kekatolikan. Gereja Katolik adalah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Gereja adalah mereka yang berkumpul dalam nama Yesus untuk saling membantu dalam Roh Kudus menuju keselamatan sejati bersama Bapa.
Siapakah kita yang disebut sebagai Gereja? P. Stanis mendasarkan jawaban ini dari rumusan yang ada dalam Doa Syukur Agung. Kita adalah Gereja yang sedang berziarah, Gereja yang menderita, dan Gereja yang mulia. Ini semua yang selalu didoakan dalam setiap Misa. Three in one. Ketiga komponen Gereja ini senantiasa berada dalam kesatuan, saling membantu, memperhatikan, dan mempengaruhi.
Dalam hal pengembalaan, Gereja Katolik satu garis komando dalam bingkai hierarki yang dikepalai oleh Paus dan dibantu oleh dewan-dewan serta para Uskup. Perlu diperhatikan bahwa tanggung jawab dewan-dewan (dalam tingkat kapasitasnya) bersifat konsultatif sebagaimana diatur dalam KHK 500 paragraf 2. Gereja pun sebagai lembaga membutuh alat bantu untuk kelangsungan hidup, maka perlu dikelola dengan penuh tanggung jawab sebagai mana diatur dalam Kan 1254-1310.
Minggu, (17/3) kegiatan pembekalan dilanjutkan kembali dengan topik, Gereja Katolik yang Holistik. P. Stanis menjelaskan LG 8 yang berbicara mengenai Gereja yang kelihatan dan sekaligus rohani. Manusiawi dan ilahi, yang dikenal dengan Tubuh Mistik Kristus. Gereja sebagai lembaga manusiawi membutuhkan dan memiliki alat bantu untuk hidup menggereja: cultus, caritas, dan clerus karena itu wajib dikelola dengan penuh tanggung jawab. Selanjutnya P. Stanis mengungkapkan bahwa tata kelola benda gereja Katolik harus bersifat profesional, transparan, dan akuntabel sebagaimana diatur dalam hasil Sinode 2012.
P. Stanis juga memberi gambaran umum mengenai data yang ada di tubuh KAMS: 49 paroki, 5 kuasi-paroki, dan 548 stasi. Paroki St. Maria Mamuju adalah salah satu bagian integral dari itu semua. Untuk itu, peran strategis Paroki St. Maria Mamuju berada di daerah pantai dan pegunungan (lokasi indah), berlokasi di pusat provinsi Sulawesi Barat, menjadi ‘pusat’ bagi 3 sesama paroki lain: Mamuju-Tobadak-Baras,
berada di pertengahan dalam jalur lintas Makassar-Palu, dan akan memberi warna terhadap potensi strategis untuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Dari sudut internal lembaga gereja, Paroki St. Maria Mamuju didampingi oleh lembaga oleh pendidikan (TK-SD), LKM (CUMK). Salah satu dari 3 pilar utama kerasulan sosial Gereja Katolik. Konsekuensi logis dari semua ini adalah harus melakukan perencanaan yang matang demi karya pastoral keuskupan dan salah satu pengembangan gereja secara holistik. Metode ABCD inilah sebagai slah satu jawabannya.
Akhirnya, P. Stanis memberikan gambaran umum/sosialiasi mengenai apa itu metode ABCD sebagai akronim dari Asset Based Community Development. Metode ini menghargai apa yang ada/faktual. Ia adalah sistem berpikir (mindset) dalam hidup. Kita semua adalah aset yang perlu dikelola dengan baik untuk meningkatkan kapasitas yang ada sebagaimana yang juga dikisahkan dalam Mat 5:13-21. Untuk mendalami metode ini secara baik perlu waktu yang cukup. Untuk itu, harus ada rencana tindak lanjut.
Kegiatan yang berlangsung dua hari ini dimahkotai dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin langsung oleh P. Stanis di kapel Paroki St. Maria Mamuju. Dalam renungannya, beliau kembali menekankan tugas dan tanggung jawab Depas, Dewan Keuangan, dan PGPM untuk sungguh dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan selalu menyadari kemampuan yang dimiliki untuk saling membantu. Semoga!
Kontributor: Anton Ranteallo
Editor: RD. I Made Markus Suma