PARTISIPASI KAMS DALAM RAKER DITJEN BIMAS KATOLIK

Senin, 26 Februari 2024, berlokasi di Merlynn Park Hotel Jakarta, Jl. KH. Hasym Ashari Nomor 29-31 Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, dilaksanakan Rapat Kerja (Raker) Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia. Untuk pertama kali, Dirjen Bimas Katolik, Drs. Suparman, S.E., M.Si. mengundang 37 Keuskupan untuk mengutus perwakilannya dalam Raker ini yang biasanya hanya dihadiri oleh para pejabat di lingkungan Bimas Katolik, baik pusat maupun daerah (Kabid, Pembimas, Kasi, dan Penyelenggara). Keuskupan Agung Makassar mengutus RD. I Made Markus Suma, Sekretaris KAMS untuk mengikuti kegiatan ini.

 

Inisiatif Dirjen Bimas Katolik ini bukanlah semata-mata tindakan aktratif apalagi gimik belaka, melainkan sebuah komitmen serius dan sikap inklusif negara untuk mewujudkan sinodalitas dengan Gereja Katolik. Negara berjalan bersama dengan Gereja. Sebaliknya Gereja berjalan bersama dengan negara dalam membangun dan melayani umat (perspektif Gereja) dan masyarakat (perspektif negara) agar semuanya menikmati keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan jasmani maupun rohani. Untuk itulah, Bapak Dirjen siap menandatangani Pakta Integritas di hadapan Menteri Agama, sebuah komitmen serius sebagai puncuk Pimpinan dalam melayani umat Katolik, baik di bidang urusan agama, pendidikan keagamaan, maupun memberikan bantuan-bantuan yang salurkan dengan cepat kepada umat Katolik di seluruh penjuru Nusantara. Melalui Raker inilah, Ditjen Bimas Katolik membuka ruang komunikasi dan kolaborasi dengan semua Uskup sebagai kepala Gereja Lokal (Keuskupan) yang berjumlah 37 di wilayah Konferensi Waligereja Indonesia.

 

Sebagai wujud konkret sinodalitas, Raker ini dibuka dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM, Sekretaris Jenderal KWI dan Uskup Bogor. Dalam pembukaan homilinya, Mgr. Paskalis berbagi kisah imajinatif yang inspiratif tentang tiga orang yang menghadap Santo Petrus di pintu surga. Seorang adalah pegawai Kementerian Keuangan. Dia menghadap Petrus dan berkata, “Saya sudah bekerja profesional. Banyak uang saya sudah selamatkan.” Lalu Petrus bertanya kepada Uskup Bogor, “Bagaimana pendapat Monsinyur?” Konon, Uskup Bogor memberikan rekomendasi.

 

 

Pejabat itu pun masuk surga. Lalu datanglah orang kedua yang adalah seorang artis. Artis itu pun menghadap Petrus dan berkata, “Santo Petrus. Izinkan saya masuk surga ya.” Petrus pun bertanya, “Apa alasanmu?” Artis itu dengan enteng menjawab, “Di surga dibutuhkan penyanyi seperti saya karena semua dan sepanjang waktu akan bernyanyi ‘Kudus Kudus Kudus’.” Atas jawaban itu, Petrus mengizinkan dia masuk surga. Lalu orang ketiga pun datang yakni pejabat dari Kementerian Agama dan bekerja di Bimas Katolik. Ketika ia menghadap Petrus, spontan Petrus menolak dia. Lalu orang itu bertanya, “Mengapa Santo Petrus melarang saya masuk surga?” Dengan santai Petrus menjawab, “Pulanglah ke dunia. Bekerjalah dengan setia dan perkenalkan Gereja Katolik kepada seluruh masyarakat.” Dengan kisah ini, Mgr. Paskalis mengajak para Pejabat yang hadir untuk bersemangat melaksanakan tugas dan pekerjaan sebagai orang Katolik di tengah masyarakat. Gereja Katolik perlu diperkenalkan karena masih banyak masyarkat Indonesia, bahkan terkadang pejabat pun belum mengenal Gereja Katolik. Para pejabat didorong untuk memiliki cinta kepada

 

 

Gereja sehingga berani bersikap dan berkomitmen, “Right or wrong, this is my church.” Mgr. Paskalis berpesan, jika ada kekurangan dan kelemahan Gereja, umat Katolik termasuk para pejabat di Bimas Katolik ini berupaya memperbaiki dan mengatasi sehingga Gereja terus berkembang.

 

Setelah perayaan Ekaristi, Rapat Kerja Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah dengan tema “Transformasi Kementerian Agama Menuju Indonesia Emas 2045” dibuka secara resmi oleh Dirjen Bimas Katolik dengan pemukulan gong. Dalam sambutan pada acara pembukaan itu, Bapak Dirjen menegaskan pentingnya disiplin dan kerja keras semua jajaran di lingkungan Bimas Katolik untuk mengejar ketertinggalan Bimas Katolik dalam melakukan transformasi menuju Indonesia Emas. Ada beberapa program prioritas yang disebut oleh Dirjen antara lain meningkatkan status STAKAT Negeri Pontianak menjadi Institut, mendorong SMAK Ende untuk meraih status Unggul, dan mengupayakan beasiswa studi lanjut ke luar negeri Selain itu, Dirjen juga berkomitmen untuk menyelesaikan masalah izin pendirian Gereja dan mempercepat penyaluran bantuan bagi masyarakat Katolik di semua daerah, terlebih lagi percepatan pelayanan bagi masyarakat Katolik di wilayah 3 T.

 

 

Raker ini diisi dengan pemaparan materi baik dengan tema pendidikan, izin pendirian rumah ibadat, dan pengembangan sarana rohani seperti Alkitab braille, bahasa isyarat dan audio book, serta strategi memanfaat media online dan media sosial untuk mempublikasi kegiatan dan pencapaian Bimas Katolik yang menjadi bagian dari Kementerian Agama. Sebagai selingan dan sekaligus performance para mahasiswa STKAT Negeri Pontianak yang aktif dalam UMK Seni Tari menampilkan tari-taian khas Dayak.

Pada hari pertama, senin, 26 Februari 2024 dengan narasumber dari Deputi Bidang Pembangungan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan PPN/Bappenas Bidang, Drs. Amich Alhumami, M.A., M.Ed., P.hD., topik tentang Peran Pembangunan Agama dan Pendidikan Keagamaan Menuju Indonesia Emas 2045, dipaparkan dan didalami secara komprehensif. Narasumber menampilkan sejumlah tantangan dan isu-isu strategis yang dihadapi bangsa Indonesia, antara lain rendahnya HCI (human capital index) karena Indonesia menempati posisi 96 dari 174 negara. Untuk menyikapi tantangan itu dan mewujudkan Indonesia Emas 2045, maka RPJPN 2025-2045 menetapkan berapa target:

 

  1. Pendapatan per kapita setara negara maju
  2. Kemiskinan menuju 0% dan ketimpangan berkurang
  3. Kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat
  4. Daya saing sumber daya manusia meningkat: Pendidikan, kesehatan, dan survival rate (angka kematian pendudikan usia 5 tahun ke bawah)
  5. Intesitas emisi GRK menurun menuju net zero emission.

 

Selain itu, pemerintah telah menetapkan 8 agenda dan 17 arah pembangunan menuju Indonesia Emas. Agenda itu ditetapkan antara lain dengan melakukan sejumlah transformasi, yaitu transformasi sosial, ekonomi, tata kelola, dan supremasi hukum. Langkah-langkah menuju Indonesia Emas dilakukan dengan tahap-tahap Indonesia bertransformasi yang mencakup:

 

  1. Tahap I: Perkuatan fondasi transformasi (2025-2029) – pemenuhan pelayanan dasar kesehatan, pendidikan dan perlindungan sosial
  2. Tahap II: akselrasi transformasi (2030-2034) – percepatan pembangunan SDM berkualitas dan inklusif
  3. Tahap III: ekspansi global (2035-2039) – penguatan daya saing SDM dan keberlanjutan kesejahteraan
  4. Tahap IV: perwujudan Indonesia emas (2040-2045) – manusia Indonesia yang unggul

 

Dalam upaya tranformastif menuju Indonesia Emas inilah, agama berperan penting dan pendidikan keagamaan mendapat tempat sentral dan fundamental. Agama mesti menjadi landasan spiritual, etik, dan moral bagi seluruh masyarakat Indonesia dan semua stakeholders. Semua agama mengajarkan pentingnya sikap yang moderat dan semua berupaya mewujudkan kebaikan atau kemaslahatan bersama dengan istilah yang khas untuk masing-masing agama, mis. the common good, maslahah al-Ammah, bonum commune. Narasumber menujukkan contoh-contoh konkret peran Gereja dan umat Katolik, misalnya: Paus menetapkan hari Gereja Katolik peduli lingkungan dan Gerakan kolekte sampah Indonesia di Keuskupan Bogor. Selain itu, ada gerakan dan tradisi filatropi di kalangan Gereja dan uamt Katolik, misalnya Caritas Indonesia yang bernaung di bawah Yayasan Karina yang berdiri sejak 17 Mei 2006 dan jaringan nasional caritas di Indonesia berada di 37 kota dan juga Gereja Katolik mempunyai BAKKAT yang melakukan kampanye pembangunan klinik sebagai fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat.

 

Kemudian pada hari kedua, narasumber yang adalah seorang asesor BAN PAUD, Bpk. Alexander Due dengan topik Peran BAN PDM dalam mendorong Taman Seminari dan SMAG.K menjadi Sekolah Unggulan di Provinsi NTT melalui Pemanfaatan Hasil Akreditasi. Narasumber memulai

 

 

pemaparna materi dengan menegaskan tujuan pendidikan yaitu keberdayaan anak di masa depan. Keberdayaan itu mencakup: a. Memiliki budi pekerti, b. Nalar yang terasah, c. Pengetahuan yang kaya, c. Berani mengambil tantangan, d. Percaya diri, e. Problem solver dan Agent of change. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan sekolah unggul. Narasumber menyampaikan ciri-ciri sekolah unggul, yaitu adanya iklim sekolah yang positif, kinerja guru yang terekam dalam proses belajar, dan adanya kinerja kepemimpinan dalam pengelolaan sekolah. Dalam rangka memastikan hadirnya sekolah unggul, perlu dilakukan akreditasi. Akreditasi berguna untuk tiga hal, yaitu mewujdukan akuntabilitas publik karena hasil akreditasi sekolah harus bisa dipertanggungjawabkan, menjadi acuan pengembangan sekolah sebagai pusat belajar (bukan semata-mata pemeriksaan tertib administrasi), dan melakukan penjaminan mutu sekolah.

 

Pada sesi kedua, PJ Bupati Nagekeo, Bpk. Raimundus Nggajo membawakan materi dengan topik “Peran Pemda Terhadap Peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing dalam mendukung transformasi Kementerian Agama menuju Indonesia Emas. Dalam pemaparannya, narasumber memberikan gambaran umum pengembangan SDM dan bagaimana Peran Gereja Katolik di wilayah kabupatennya. Ia menunjukkan bahwa pendidikan dari jenjang SD sampai perguruan tinggi dimulai, dikelola dan dikembangkan oleh Gereja Katolik, yaitu SDK, SMPK, Sekolah Teknik Perawatan, Sekolah Pertanian dan Sekolah Tinggi. Selain itu, Gerja juga berkarya di bidang kesehatan dengan mendirikan balai pengobatan dan rumah sakit. Di bidang ekonomi, Gereja membuka karya dalam usaha pertanian, pertenakan, dan pertukangan. Kemudian dalam bidang media masa dan percetakan, Gereja Katolik mengembangkan Flores Pos dan Percetakan Nusa Indah. Pada akhir pemaparannya, narasumber yang menjadi PJ Bupati Nagekeo menyatakan bahwa Pemda Nagekeo menghibahkan sebidang tanah kepada Kemenag sebagai lokasi sekolah untuk peningkatan SDM di wilayah ini.

 

Sesi ketiga merupakan sesi yang paling diminanti oleh para peserta karena menyangkut isu yang sensitif dan konkret, yakni izin pembangunan rumah ibadah. Dalam kata pengantar sebagai moderator sesi ini, yakni Direktur Urusan Agama, Dr. Aloma Suramaha memaparkan bahwa jumlah umat Katolik di Indonesia hanya 8.779.907 jiwa atau 3,25% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 270 juta. Sementara umat Katolik berjumlah 1.755.982 KK. Angka ini tentu menggambarkan Gereja Katolik sebagai komunitas yang kecil di tengah masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, negara menjamin hak-hak warganya, termasuk hak untuk beribadat dan mendirikan rumah ibadat. Itu menjadi komitmen Dirjen Bimas Katolik yang tertuang dalam Pakta Integritas.  Ada dua narasumber yang tampil yakni Prof. Dr. Rumadi, S.Ag., M.M (Deputi V Kepala Staf Presiden) dan Dr. Iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum (Praktisi dan Dosen Univeritas Parahyangan).

 

Dalam penyajian materinya, Bpk. Rumadi sebagai narasumber menjelaskan bahwa persoalan izin pendirian agama tak lepas dari lempar tanggung jawab pusat dan daerah. Pertanyaanya, pemerintah mana yang punya tanggung jawab atas persoalan izin ini? Selain itu, ada kondisi psikologis dan relasi minoritas-mayoritas: kelompok kecil merasa takut (perasaan terancam – feeling threaten) dan curiga dengan kelompok yang besar karena isu sensitif misi pewartaan/penyebaran agama. Oleh karena itu, narasumber memberikan rekomendasi agar Pemda memastikan untuk peduli pada persoalan izin agama dan jangan diekspos menjadi isu nasional. Maka Gereja perlu melakukan pendekatan dengan pemerintah dan jangan memojokkan Pemda dengan mempublikasi masalah itu ke publik. Sementara itu, pemerintah pusat melakukan Revisi No. 98 tahun 2006 menjadi rancangan Kepres tentang kerukunan umat beragama. Ada perbaikan prosedur pendirian rumah ibadah. Ada upaya penyederhanaan regulasi pendirian tempat ibadah. Satu catatan yang masih perlu diperhatikan: apakah aliran kepercayaan tetap menjadi anggota FKUB?

 

Narasumber kedua adalah Dr. Iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum. Ia adalah seorang praktisi dan dosen Univeritas Parahyangan. Narasumber membahas topik “Peran Organisasi Masyarakat dalam Penyelesaian Permasalahan Izin Pendirian Rumah Ibadah”. Narasumber berpangkal dari dasar hukum kebebasan beragama sebagai das sollen. Salah satu dasar hukum pendirian rumah ibadat yang dijelaskan adalah UU 1945 dan UU 39 tahun 1999 tentang HAM. Selain itu, narasumber menegaskan bahwa adanya non-deregable

 

 

rights dari Pasal 4 (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Undang-undang HAM mengenal hak beragama sebagai salah satu hak asasi manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk dalam situasi perang sekalipun. Narasumber juga menyinggung adanya PBM (Peraturan Bersama Menteri) No 9 dan 8 Tahun 2006: pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah tentang kerukunan umat beragama, Perppu No 2 Tahun 2022 ttg Cipta Kerja: mengubah UU No 28 Tahun 2002 tengan Bangunan Gedung (UU PBG), Peraturan Pemerintah No 16 tahun 2021: peraturan pelaksanaan undang-undang No. 28 Thaun 2002 tengan PBG, dan Penyederhanaan persyaratan perizinan: Pasal 14 PBM bertentangan dengan tujuan perubahan Undang-Undang PBG.

 

Berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya sebagai dosen dan praktisi, narasumber menyebut bahwa penyebab ketidakrukunan umat beragama adalah 1) Pendirian rumah ibadah, 2) Penyiaran agama, 3) Masalah intern agama, dan 4) Penodaan agama.

 

Persoalan pendirian rumah ibadah dipicu oleh beberapa faktor, antara lain yang disebutkan oleh Narasumer adalah 1) Tidak ada izin/rekomendasri dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, 2) Protes terhadap pemanfaatan rumah tinggal sebagai tempat ibadah secara rutin, 3) Penolakan pendirian rumah ibadah – kristenisasi, 4) Tidak ada rekomendai dari FKUB, 5) Manipulasi data dan tanda tangan sebagai persyaratan pengguna dan/atau dukungan pendirian rumah ibadah, dan 6) Pencabutan IMB karena Pemda tertentu dengan alasan dan pertimbangan keresahan, ganggungan keagaman dan ketertiban masyarakat. Selain itu, adanya arogansi mayoritas dan administrasi pemerintah yang kurang akurat juga dapat menimbulkan persoalan yang lebih rumit. Pada hal, kebebasan beragama dan berkeyakinan telah diatur dalam pasal 18 ICCPR bahwa dalam Forum Eksternum yaitu HAM mencakup hak atas kesetaraan dan non-diskriminasi dan dalam Forum internum, HAM tidak bisa dihilangkan, hak ini diberikan oleh negara atas penghormatan terhadap martabat manusia (dignity) dan kewajiban positif negara untuk menciptakan kondisi yang mendukung hak setiap orang. Oleh karena itu, Narasumber mengharapkan adanya peran organisasi masyarakat dalam mengupayakan adanya dialog, bridging, bonding (panitia dan Jemaat), perundingan: man to man atau mediator, advokasi: panitia pembangunan rumah ibadat perlu menggandeng advokat/kuasa hukum, dan advokasi hukum melaui pendampingan sengketa rumah ibadat untuk memperjuangkan hak beragama dan berkeyakinan yang adalah kebutuhan warga di pengadilan. Menurut Narasumber, ada tiga sumber kendala dalam izin pendirian rumah ibadat berdasarkan praktek advokasi yang dilakukannya, yaitu 1) Masyarakat (hal ini bisa diatasi dengan dialog terus-menerus), LSM (bisa diatas dengan dialog dan merangkul mereka), dan Aparat pemerintah (Kepala Desa, Camat, Kepala Dinas, dan Kepala Daerah). Narasumer mengatakan bahwa kendala ketiga ini paling sulit diatasi karena pejabat pemerintah punya seribu satu alasan dan pertimbangan baik sosial, politik, dst untuk tidak memberikan izin pendirian rumah ibadat.

 

Pada hari terakhir, Rabu, 28 Februari 2024, Pkl. 08.30-10.00 WITA, tampilah Dr. Mahmud Syaltout (Dosen Universitas Paramadina dan Tenaga Ahli Kementerian Agama) sebagai narasumber. Ia membawakan topik “Pemanfaatan Media Online dan Media Sosial Bimas Katolik untuk Membangun Jejaring Berinteraksi, Berkomunikasi, dan Berkolaborasi menggaungkan Layanan Bimas Katolik”. Narasumber melakukan analisis melalui Medsos terhadap postingan yang berkaitan dengan Ditjen Bimas Katolik selama tahun 2023. Hasil analisisnya, postingan tentang kinerja Bimas Katolik hanya berjumlah 4.600 kali. Kemudian media sosial tentang umat Katolik dan layanannya mencapai 755 postingan di Twitter, Blog (368 postingan), Forum (183), Facebook (36 postingan), dan Instagram (5 postingan). Hal ini menunjukkan masih rendahnya aktivitas masyarakat Katolik di dunia maya, baik melalui media online maupun media sosial. Rendahnya engagement dalam Medsos yang berupa comment, share, dan likes juga menjadi indikasi rendahnya keaktifan bermedia di kalangan umat Katolik. Padahal menurut Narasumber, di era digital ini, semua mesti siap berperang dan ibaratnya bertempur di dunia maya melalui Medsos untuk memberikan dan mem-posting kinerja dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh umat Katolik. Untuk itulah, Narasumber mengajak para pejabat Bimas Katolik untuk belajar dan kemudian aktif ber-Medsos sehingga Gereja dan umat Katolik dikenal masyarakat luas meskipun Kementerian Agama mempunyai moto “Ikhlas beramal”. Kini saatnya kita bekerja dan juga membagikan berita baik atas apa yang kita kerjakan demi kebaikan bersama. Ini tentunya mengalir dari Ekaristi yang dirayakan setiap pagi sebagai sumber dan puncak seluruh kegiatan umat Katolik termasuk para peserta Raker. Inilah kekhasan Raker Bimas Katolik, berjalan bersama dengan Tuhan dan disegarkan oleh Tuhan Yesus melalui perjamuan kudus Ekaristi setiap pagi.

 

Pada akhir kegiatan, Rabu, 28 Februari 2024, sebelum ditutup secara resmi oleh Dirjen Bimas Katolik, para Pembimas menandatangani Pakta Integritas. Mereka semua berkomitmen mewujudkan kinerja terbaik sesuai dengan program-program kerja yang ditetapkan dan menjadi prioritas Dirjen dan tentu Menteri Agama Republik Indonesia. Proficiat kepada Dirjen Bimas Katolik dan jajarannya yang setia dan berkomitmen berjalan bersama Gereja dalam melayani umat Katolik Indonesia. Allah telah memulai karya baik ini, semoga Ia pula menyelesaikannya sampai pada kesudahannya!

 

(bdk. Flp 1:6)

 

Penulis: RD. I Made Markus Suma (1/3/2024)