1980-an : Sejalan dengan laju pembangunan dan perkembangan Kota Makassar, maka tahun 1980-an,
umat Katolik di Kecamatan Biringkanaya dan sekitarnya makin bertambah. Kebutuhan
akan sebuah tempat ibadahpun kian terasa. Maka mulailah diupayakan izin untuk
mendirikan sebuah Gereja di kompleks Kare, pada lokasi yang dibeli Keuskupan Agung
Makassar pada akhir tahun empat puluhan dan telah dibangun sebuah pusat Kaderisasi
dan Retret (lebih dikenal dengan Wisma Kare). Upaya untuk mendapatkan IMB Gereja
tersebut ternyata tidak mudah.
1985 : Setelah berbagai upaya dan pendekatan yang dilakukan tidak membuahkan hasil
sedangkan kebutuhan semakin terasa mendesak, maka suatu “petunjuk” lisan dari Pemda
Kotamadya Ujung Pandang ditempuh, dengan tidak mengajukan IMB Gereja melainkan IMB
Gedung serbaguna dengan dua pikiran pokok;1989 : Dengan mengacu pada pokok pikiran yang mendasari pengajuan IMB gedung serbaguna
- Ibadah agama adalah juga merupakan sesuatu yang berguna sehingga dipandang tidak ada
salahnya untuk melaksanakan ibadah di gedung serba guna itu selama tempat khusus untuk
melaksanakan kewajiban agama tersebut belum tersedia.- Pemakaian gedung serba guna tersebut sifatnya sementara, sambil mengkondisikan agar
suatu saat dapat diubah statusnya menjadi Gereja resmi. Maka pada tgl 30 Nopember 1985
diajukanlah IMB Gedung serba guna di dalam kompeleks Kere tersebut. Permohonan IMB
tersebut disetujui oleh Pemda Kotamadya Makassar dengan Penetapan Nomor 1788-IM tanggal
14 Juni 1988. Gedung serba guna segera dibangun.
tersebut diatas, maka pada tanggal 15 Desember 1989, diajukanlah surat kepada
Walikota KDH Tingkat II Makassar perihal Izin menggunakan Gedung serba guna sebagai
tempat ibadah umat. Dalam surat tgl 26 Desember 1990 perihal penyampaian Walikota
antara lain menyatakan:”… kecuali untuk penggunaan yang sudah berlaku sekarang…
status gedung sebagaimana dimaksud tetap sebagai gedung serbaguna.”
1994 : Pada tgl 25 Februari 1994, diajukan lagi permohonan IMB Gereja Katolik Kare
(membangun baru), dengan lampiran-lampiran sesuai dengan prosedur yang ada.
Permohonan ini tidak ada tanggapan. Pada tanggal 07 September 1994, diajukan lagi
susulan atas surat 25 Februari 1994, dengan lampiran-lampiran yang kiranya
dibutuhkan. Sebuah tim mengadakan peninjauan ke lokasi. Kesimpulan dan Kesan dari
Tim adalah: “Gereja sudah ada, untuk apa membangun lagi yang baru”. Pada tanggal
14 Desember 1994, diajukan lagi Permohonan Izin penambahan gedung serbaguna dan
perubahan status gedung serbaguna menjadi Gereja Katolik bagi umat Katolik Paroki
Kare”. Surat ini tanpa tanggapan.
1997 : Berdasarkan pembicaraan Uskup Agung Unjung Pandang dengan Walikota dalah salah satu
kesempatan pertemuan, maka pada tanggal 10 Oktober 1997, Uskup Agung Unjung Pandang
mengajukan surat perihal “Permohonan Legalisasi Gedung serbaguna Kare sebagai
Gereja Katolik Kare.” Berdasarkan permintaan (Lisan) wakil Walikota, maka pada
tanggal 25 Oktober 1997, beberapa data tambahan dan informasi lain yang dipandang
perlu dalam rangka realisasi perubahan status gedung serbaguna menjadi Gereja
Katolik. Surat ini ditandantangani oleh Ketua Dewan Paroki, Pastor Paroki dan Uskup
Agung Ujung Pandang.
Ternyata pada tanggal 24 Desember 1997 (yang baru diterima beberapa hari kemudian),
Walikotamdya Kepala Daerah Tingkat II Ujung Pandang melalui surat kepada Uskup Agung Ujung
Pandang perihal permohonan legalisasi gedung serbaguna Kare sebagai Gereja Katolik Kare
menyatakan ‘permohonan perubahan gedung serbaguna menjadi Gereja Katolik Kare tidak dapat
dilegalisir”. Walaupun demikian, penggunaan Gedung serbaguna sebagaimana berlangsung
sebelumnya, tetap berjalan.
Tantangan dan derita tak kunjung berhenti melanda Gereja Katolik Kare. Pada tanggal 04
Desember 1998 sekelompok besar orang yang muncul dari arah Barat Gereja memasuki kompleks
Paroki, membakar Gereja Katolik tersebut beserta seluruh isinya, merusak bangunan pastoran
dan gedung pertemuan serta dua unit mobil, tanpa mengindahkan petugas keamanan yang
sebelumnya berjaga-jaga di tempat kejadian perkara.
Umat Kare membutuhkan tempat beribadah. Segera didirikan tenda darurat sebagai tempat
beribadah sementara. Tenda ini sangat sederhana, beratapkan seng, tiang besi, berlantaikan
pasir dan tanah. Tenda ini beberapa kali diperbaiki, diperbesar untuk menjawab kebutuhan umat. Sebelum perayaan Jumat Agung 2008 dimulai, Bpk. Walikota Makassar menyempatkan diri
mengunjungi Paroki Kare untuk melihat langsung situasi umat yang tidak memiliki tempat
beribadah yang layak/Gereja yang memadai. Beliau menyuruh untuk mengusu ijin dan membangun
Gereja yang permanen. Setelah melewati perjuangan yang sangat meletihkan selama 38 tahun,
pada tanggal 21 Mei 2008, Paroki Kare memperoleh ijin IMB Gereja yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Makassar.
Pada tanggal 17 Agustus 2008, pembangunan Gereja Kare dimulai dengan peletakkan batu pertama
oleh P. Ernesto Amigleo, CICM, Vikjen KAMS. Sementara usaha penggalangan dana berlangsung,
pembangunan Gereja dimulai secara pelan-pelan. Dengan berbagai macam cara, umat Kare
telah dan terus berusaha untuk ambil bagian dalam mendirikan Gereja.
Referensi :
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 28, Km. 10 Makassar, Sulawesi Selatan Telp : (0411) 585521